Kerancuan Berpikir Orang Tentang Fakultas Sastra

Sebagai anak yang kuliah di jurusan sastra, berbagai suka duka menjadi anak sastra tentu pernah kamu rasakan. Di samping keseruan dan kepedihanmu sebagai mahasiswa sastra, tak jarang kamu mendapati pandangan-pandangan miring perihal anak sastra dari berbagai pihak.
Meski pandangan itu nggak sepenuhnya benar, tapi kamu malas berdebat untuk meluruskannya. Tenang dan jangan khawatir,  lewat artikel ini akan mencoba menjabarkan berbagai pandangan tentang anak sastra dan penjelasannya. Yuk, simak!

Jurusan Sastra dianggap sebagai pilihan terakhir sekadar buat jaga-jaga. Pokoknya kuliah dan masuk universitas negeri.

Memang pingin masuk Sastra Jepang kok!

Kamu yang masuk jurusan Sastra sering kali ‘dituduh’ memilih jurusan tersebut untuk berjaga-jaga. Entah kenapa, mereka menganggap kamu meletakkan Sastra pada pilihan terakhir waktu ujian masuk perguruan tinggi. Mereka juga mengira kamu tak peduli dengan jurusannya yang penting masuk universitas negeri favorit.
Teman: “Kamu dulu pilihan pertamanya apa?”
Kamu: “Sastra Indonesia.”
Teman: “Oh, kirain kamu dulunya pengen masuk Komunikasi terus pilihan ke tiganya Sastra.”
Faktanya, memang sih ada anak-anak yang menempatkan jurusan Sastra di pilihan terakhir dengan tujuan untuk berjaga-jaga. Tapi, banyak juga kok mereka yang memang tertarik untuk berkuliah di jurusan Sastra.

Mereka yang kuliah di Sastra pasti belum kepikiran setelah lulus mau kerja apa dan dimana.

Cita-cita awal
“Memang kalau udah lulus nanti mau kerja apa?”
Pertanyaan tersebut selalu menghampiri saat kamu menyatakan memang tertarik berkuliah di Sastra. Pada awalnya sih kamu yang kuliah di Sastra telah memiliki cita-cita yang super duper tinggi. Mau jadi sastrawan, penulis, editor, penerjemah, dan lain sebagainya. Tapi entah kenapa, seiring berjalannya waktu cita-citamu hanya ingin bisa lulus dan mendapat gelar sarjana.

Ada juga lho yang masuk Sastra dan disangka cuma korban demam film drama Asia.

Anak Sastra Korea
“Kamu pilih Sastra Korea karena kebanyakan nonton film Korea, ya?”
Praduga ini sering dituduhkan pada mereka yang ngambil Sastra asing seperti Jepang, Korea, dan Mandarin. Padahal nggak semua anak Sastra tersebut suka sama drama-dramanya, kok!

Kuliahnya sih memang kelihatan santai banget. Nggak heran kalau banyak orang bertanya; “mereka sebenernya kuliah apa nggak, sih?”

Penampilan Sastro Moeni, band anak Sastra UGM

Sehari-hari dandanannya nggak kayak orang mau ke pergi kampus. Pakai celana jeans belel dan kaos oblong. Di kampus juga kayaknya cuma nongkrong-nongkrong aja. Waktu anak lain sibuk ngerjain praktikum, tugas dan lain-lain, dia malah sibuk latihan band atau nyiapin pentas seni. Kok kayaknya anak sastra tuh santai-santai banget? Sebenernya mereka ini kuliah apa nggak sih?
Agak susah sebenarnya memahami cara berkuliah anak Sastra (ngeles). Kebanyakan anak Sastra memang suka berkesenian dan sebenarnya memang kegiatan Sastra sepatutnya bersingunggan dengan kesenian, seperti musikalisasi puisi atau teater misalnya. Kalau ada banyak anak Sastra yang kelihatan santai-santai mungkin mereka lagi menjalani proses kreatif supaya dapat menghasilkan karya Sastra yang setara dengan seniornya (ngeles lagi!).

Selain romantis, cowok-cowok di Fakultas Sastra pasti tukang gombal dan jago merayu.

Suka kan digombalin?

Mungkin hanya dengan cara itu sih cowok Sastra bisa punya pacar. Hehehe.

Gedung kampusnya sederhana, mungkin bayar kuliahnya juga sederhana.

Sederhana gedungnya tapi bukan uang kuliahnya
Sederhana gedungnya tapi bukan uang kuliahnya via www.updateyuk.com
“Jalan-jalan ke berbagai universitas, kalau liat kampus yang paling biasa udah bisa ketebak itu pasti kampus Sastra. Emang masuknya paling murah, ya?”
Di banyak universitas, memang kampus Sastra terlihat lebih sederhana dari pada fakultas-fakultas lain. Tapi, itu bukan berarti masuknya jadi murah lho! SPP semester dan SKS rata-rata tiap mahasiswa sama. Mungkin fakultas Sastra lebih tampak sederhana karena mencerminkan anak-anaknya memang selalu tampil sederhana di luar tapi istimewa secara pemikiran. Ciyeee!

Eits! Jangan-jangan…lulusannya nanti juga bakal dapat gaji yang juga sederhana?

Yang penting sesuai passion

Teman: “Emang jadi tutor peneliti asing itu gajinya banyak?”
Kamu: “HAHAHAHA!!! *gimana ya ngelesnya* Lumayan sih, lumayan sedikit…”
Tenang, rezeki kan sudah ada yang ngatur. Yang penting kan mengerjakan sesuatu sesuai keinginan, dari pada gaji besar tapi tertekan. Ya, ‘kan?

Anak-anak Sastra dituduh suka berkhayal lantaran terlalu sering membaca novel.

Kalau suka ngayal jadinya begini nggak apa-apa kan?

Kuliah di Sastra memang memaksa kamu untuk membaca banyak literatur. Makanya, mereka yang betah kuliah di Sastra kebanyakan memang mereka yang suka baca atau memang gemar dengan karya Sastra. Kalau nggak ya mungkin semester tiga atau empat udah jarang keliatan di kampus!
Tapi itu bukan berarti banyak anak Sastra yang suka ngayal karena kebanyakan baca novel. Anak Sastra memperlakukan novel bukan kayak hiburan tapi malah kayak diktat yang harus ditelaah dan dianalisa. Tapi kalau pun anak-anak Sastra suka ngayal, malah bagus dong! Mungkin aja dia bisa menghasilkan suatu karya yang luar biasa dan penuh imajinasi.

Di fakultas Sastra nggak ada dosen yang terkenal. Mungkin dosennya juga malas-malasan ketika mengajar.

Ada juga dosen yang cantik

Memang nggak kayak dosen lain yang sering masuk jajaran kementrian atau jadi wakil presiden, tapi bukan berarti dosen Sastra nggak terkenal. Banyak dosen Sastra yang juga menulis buku baik ilmiah maupun non-ilmiah.
“Tapi, kayaknya dosen Sastra suka malas-malas, buktinya kelasnya banyak yang kosong.”
Anak Sastra memang kerap kali kuliahnya kosong, tapi itu bukan karena dosennya malas. Umumnya dosen Sastra pada banyak urusan di luar seperti riset atau mengisi seminar. Tuh, laris manis juga ‘kan dosen-dosen Sastra?

Masuk fakultas Sastra itu gampang, tapi lulusnya yang lama!

Mbak Ema lulusnya cepet

Siapa bilang masuk Sastra gampang? Itu salah besar. Yang benar masuk Sastra itu untung-untungan! Kalau soal lulus, itu relatif. Kamu yang memang masuk Sastra karena ketertarikan pasti bakal dengan mudah melahap semua mata kuliah dan lulus dengan cepat.
Tapi, kamu yang merasa masuk Sastra karena nggak ada pilihan lain, ya bisa saja lulusnya lama. Meski demikian, lulus lama nggak jadi masalah kok, lebih baik lulus di waktu yang tepat tapi hasilnya memuaskan daripada lulus tepat waktu tapi biasa-biasa aja. Iya, nggak?

Nah, gimana? Apa kamu juga merasakan hal yang sama? Kamu yang mahasiswa Sastra, biasanya dapat pandangan miring seperti apa sih?
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment